24 Juli 2009

Membangun menara dengan puing yang tersisa

Sejak kau pergi Semuanya hancur dan berserakan, semua tidak lagi pada tempatnya. Aku melihat semua puing itu dengan perasaan tak karuan karena aku hafal betul setiap inci puing-puing itu yang dulu merupakan satu kesatuan utuh bernama kehidupan. Menara itu hancur sejak kau pergi dan yang menghancurkanya bukan kau, tapi aku sendiri dengan tanganku sendiri didorong amarah. Bukan pula amarah padamu tapi amarah kepada diriku sendiri karena tidak bisa menjaganya. Aku diam cukup lama diantara puing-puing itu, awalnya aku bunuh keinginan untuk memperbaikinya, aku hilangkan hasrat untuk membuangnya, aku hanya diam saja menatap satu puing ke puing lainnya yang senantiasa bercerita banyak hal tentang aku, kamu atau kita. Tentu saja kini, setelah kurasakan kau cukup jauh pergi dan belum ingin kembali, begitu besar hasratku untuk mengumpulkan puing-puing itu dan membangunnya kembali menjadi satu kesatuan utuh, meski namanya bukan lagi kehidupan tapi harapan akan kehidupan. Setidaknya aku masih sangat yakin kau akan kembali dan saat kau kembali, aku janji akan kubangun menara kehidupan itu dengan tanganku sendiri didorong cinta dan sayang padamu senja.

Tepi sepi 02.38 / 23 juli 2009 saat semuanya terasa lebih bersahaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar