30 Juni 2009

Senja bernama Zahra

Senja yang cantik dengan guratan cahaya kuning keemasaan diantara jingga tersapu merah, sesekali cahayanya memutih menyilaukan siapapun yang melihatnya. Kali pertama ku melihat senja kukatakan senja yang terindah untuku, senja berikutnya-pun kukatakan demikian dan seterusnya hingga kusadari sudah Beribu-ribu senja pernah kupuja dan kucinta. Senja kali ini adalah senja yang beda untuku, aku tidak begitu terpesona oleh guratan warna dan cahayanya saja, aku merasakan irama dan aroma harmonis selaras dengan setiap inci imajinasi. Seakan senja itu adalah gambaran penuh dari setiap imajinasi yang awalnya kuanggap hal paling absurd. Aku masih disini, bertahan menunggumu dengan sisa kekuatan yang entah cukup sampai kapan, kau belum juga muncul menghapus awan kelabu dan menghitam itu. Aku khawatir sang waktu berpihak pada kelabu menghitam itu, karna saat memandangnya bukan lagi senyum kagum seperti yang biasanya kuberikan padamu, tapi senyum paling miris dari sekian senyum yang kumiliki. Ironisnya, senyum yang paling miris itu adalah senyum paling jujur yang pernah kumiliki. Aku tulus dengan senyum itu, aku menikmati senyum itu meski entah senja itu tahu atau tidak arti senyumku. Aku disini, ditepian sepi bercengrama dengan sang waktu, menantimu dengan pasti suatu hari kau akan hadir lagi sebagai senja terakhir, hanya untuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar